Ketidakberuntungan tahun ini yang menimpa sektor pendidikan, dengan alokasi dana yang masih di bawah dari anggaran militer, menandakan bangsa kita masih belum bijak, adil, dan nyaman. Pendekatan militer belum tentu menberikan solusi kenyamanan, namun kenyataannya selama militer berkuasa di bawah orde baru, menghasilkan kondisi sekarang yang tidak menentu. Pendidikan pun juga mengabaikan aspek moral, akhlak, budi pekerti, seni dan olah raga, serta life skil, sehingga menghasilkan generasi sekarang yang cenderung bangga akan melanggar aturan.
Jika nanti kita kepingin menikmati hidup dengan kondisi yang aman dan tenteram serta berkecukupan, waktunya sekarang kita harus mengemban dan memperhatikan terhadap sektor pendidikan. Dengan demikian peran guru sekarang tidak hanya sebagai fasilitator, namun masih dibebani sebagai profesi Ustad. Sebagi ustad tentunya akan mewarnai pola tingkah laku yang diemban untuk membentuk budi pekerti anak, sehingga sekolah memposisikan sebagai pondok, sedangkan guru jadi ustad dan murid pun berperan sebagai santri.
Implementasi Guru sebagai Ustadz
Bagaimana implementasinya?. Guru tidak kemana-mana, tetapi berada dimana-mana. Untuk mempercepat tujuan membentuk manusia bermoral bagus, berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur, bisa kita integrasikan di setiap pelajaran, namun juga bisa menjadi satu paket mata pelajaran.
Sebaiknya kita perlu belajar ke pondok pesantren. Selain aspek kognitif serta ketrampilan juga sikap/afektif mereka relatif berhasil.
Guru sebagai ustad dituntut harus bisa memberikan nasehat/kultum/kulim (kuliah lima menit) di awal pelajaran. Kalau semua guru bertindak demikian, ranah afektif secara umum akan mudah dan cepat tercapai. Kultum/kulim bisa sebagai pemanasan yang tidak memakan waktu lama harus ada, namun dampaknya di kelak kemudian hari generasi itu akan tidak membuat masalah dan bahkan akan memecahkan masalah. Tidak seperti sekarang ini yang cenderung membuat masalah, karena kurangnya perhatian dan pekerjaan, sambil mencari jati diri yang kurang pasti.
Sebagai ustad guru tidak mesti harus menyampaikan ayat Alquran atau Hadis dsb, namun semua aspek kehidupan dari yang paling sederhana mungkin pengalaman hidup pun bisa kita sampaikan, seperti kalau mau pergi harus pamit dan cium tangan sebelum berangkat, cuci tangan sebelum makan, berdoa sebelum mulai belajar, dsb, dsb, sehingga tidak akan kekurangan materi khotbah. Sedangkan Alquran dan Hadits sebagai rujukan kulim/kultum memang perlu untuk memantapkan ilmu yang kita berikan. Ada hadis mengatakan “sampaikan walaupun hanya satu ayat”
Dalam kehidupan manusia, kita tidak bisa lepas dari tanggung jawab untuk memberikan masukan/kritik dan nasehat bahkan sangsi bilamana perlu, apabila kita melihat pelanggaran atau kesalahan. Kita sebagai pendidik setiap hari berhadapan dengan barang dagangan yang perlu sekali butuh perhatian dan pendidikan, sehingga diharapkan barang tersebut bisa berkualitas baik serta bisa bersaing dengan yang lain tidak hanya dirumah sendiri, tetapi di manca negara pun jadi.
Pendidikan Bukan Mempersiapkan Barang Mati
Dunia pendidikan bukan mempersiapkan barang yang dengan waktu relatif singkat bisa diubah, namun berupa anak bangsa/generasi muda sebagai aset/investasi yang harus kita kemas sehingga menjadi manusia bermoral baik, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berseni dan olahraga yang bermental juara, mampunyai life skill unggul, serta berilmu dan berteknologi yang mumpuni.
Kalau sekolah sudah terkondisikan seperti pondok dan siswanya sebagai santri serta gurunya juga sebagai ustad, alangkah indah dan nyamannya sekolah tersebut. Kalau demikian kondisinya, pencapain Tujuan Pendidikan Nasional akan segera tercapai.
KBK (Kurikulun Berbasis Kompetensi) mentarget-kan keberhasilan ketiga aspek kognitif, afektif dan psikomotor yang terukur, sehingga pundak guru bertambah komplek bebannya. Dari sinilah pendidikan itu mulai bicara, bukan hanya pengajaran yang sementara ini kebanyakan kita implementasikan. Anda dituntut berperan sebagai, pelayan, artis, ilmuwan, olah ragawan, seniman, hakim, ustad dll merasa banyak tugas yang harus dilakukan. sehingga mengharap perlunya perlindungan dan perhatian khusus terhadap guru.
Lagi-lagi keikhlasan bertugas yang dilandasi ibadah serta pahlawan tanpa jasa merupakan sandaran akhir bagi pemerintah, karena belum bisa memberikan kesejahteraan yang setimpal untuk menambah semangat mempersiapkan generasi esok yang bisa bicara dinegeri sendiri maupun dijual keluar. Mudah-mudahan dengan presiden baru yang bercita-cita menaikkan gaji guru hingga 2 juta per bulan, asalkan para guru tidak mengubah gaya hidupnya, misalnya jangan mulai senang makan di fried chicken atau pizza, ujar SBY (Jawa Pos, 23 September 2004) bisa terealisasi, bukan hanya omongan yang menyenangkan hati guru sesaat tanpa realita yang tepat dan cepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar